Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dipandang Ancam Industri dan Pekerja
Jakarta – Kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang signifikan dalam lima tahun terakhir menuai kekhawatiran terhadap kelangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) dan nasib para pekerjanya.
Dampak pada Industri
Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Timur, Purnomo, menilai kenaikan CHT telah “menghantui” IHT. Akumulasi kenaikan sebesar 67,5% dalam lima tahun terakhir telah berdampak pada lonjakan harga rokok, yang memicu maraknya peredaran rokok ilegal.
Purnomo menekankan bahwa perusahaan rokok legal berisiko mengalami kebangkrutan akibat persaingan tidak sehat. “Oleh karena itu, kebijakan kenaikan tarif cukai rokok harus mempertimbangkan kapasitas industri,” ujarnya.
Dampak pada Tenaga Kerja
Purnomo mendesak pemerintah untuk membekukan kenaikan tarif CHT pada 2025 untuk melindungi tenaga kerja di IHT. Menurutnya, kebijakan yang mendukung industri akan berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja.
“Jika kondisi IHT baik, maka jumlah tenaga kerja dapat bertambah,” katanya.
Sebagai contoh, kebijakan cukai yang menguntungkan Sigaret Kretek Tangan (SKT) telah mendorong penambahan dua perusahaan dengan 5.000 tenaga kerja di RTMM, membantu mengurangi pengangguran khususnya di Jawa Timur.
Kekhawatiran Pekerja Perempuan
Selain itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati Tangka, menyoroti bahwa sekitar 90% pekerja di sektor SKT adalah perempuan. Ia menilai pemerintah belum memberikan perhatian dan perlindungan yang memadai terhadap hak-hak pekerja perempuan di sektor ini.
Tangka menyatakan kekhawatiran bahwa kenaikan cukai rokok yang tinggi dapat mengancam keberlangsungan IHT dan berdampak pada pekerja perempuan. “Apakah kenaikan cukai rokok nanti akan memicu PHK?” tanyanya.
Alternatif Kebijakan
Tangka menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan dampak kebijakan cukai rokok tidak hanya dari aspek finansial dan inflasi, tetapi juga dari perspektif pekerja. Ia mengusulkan agar pemerintah mengeksplorasi alternatif kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan tanpa membahayakan keberlangsungan IHT dan kesejahteraan pekerjanya.