Inisiatif Perjanjian Pandemi Global untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan dan Respons
Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berkolaborasi dengan 26 kepala negara, termasuk Presiden Joko Widodo, untuk menggalang dukungan bagi pembentukan Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi. Instrumen internasional ini bertujuan untuk memperkuat kesiapsiagaan dan respons global terhadap pandemi, khususnya setelah dunia dilanda pandemi COVID-19 yang melumpuhkan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. M Syahril menuturkan bahwa Pandemic Treaty diharapkan dapat menjamin akses yang setara terhadap vaksin, obat, dan alat diagnostik (VTD) bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Proses negosiasi untuk Perjanjian Pandemi telah berlangsung sejak Desember 2021. Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-77 baru-baru ini memutuskan untuk memperpanjang proses negosiasi hingga sidang WHA berikutnya karena belum tercapai kesepakatan.
Pemerintah Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam perundingan Perjanjian Pandemi melalui Badan Negosiasi Antarpemerintah (INB). Ada empat poin utama yang menjadi perhatian Indonesia dalam komponen Perjanjian Pandemi, yaitu:
1. Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS)
Indonesia menekankan pentingnya berbagi data dan pembagian manfaat yang adil terkait patogen dan informasi sekuens genetik untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi. Selain itu, Indonesia mendorong adanya standar data internasional dan interoperabilitas, seperti yang dilakukan dalam Perjanjian Pemindahan Material (MTA) untuk spesimen virus flu burung.
2. Instrumen One Health
Pemerintah Indonesia menyerukan pembentukan instrumen One Health yang akan mengelola kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif. Instrumen ini harus dapat diterapkan oleh negara berkembang dengan dukungan dari negara maju.