Harga Saham Barito Renewables Naik Tajam, Kapitalisasi Pasar Lampaui BBCA
PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu, mengalami lonjakan harga saham yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Dibandingkan dengan harga terendah tahun ini pada 15 Januari 2024, BREN telah naik lebih dari dua kali lipat atau tepatnya 153,95% ke level Rp 11.250 per saham.
Kenaikan harga saham yang pesat ini telah menempatkan BREN sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar tertinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni Rp1.501,75 triliun. Angka ini melampaui kapitalisasi pasar BBCA yang telah bercokol di posisi teratas selama bertahun-tahun.
Sebelumnya, BREN sempat mencapai posisi kapitalisasi pasar tertinggi pada 8 Desember 2023, hanya dua bulan setelah melantai di bursa. Saat itu, harga saham BREN melonjak ke Rp8.100 per lembar, sehingga membuat kapitalisasi pasarnya mencapai Rp1.083,67 triliun.
Namun, pergerakan harga saham BREN sejak listing terbilang fluktuatif. Setelah meroket hingga menembus Rp8.000 per lembar, harga sahamnya kemudian anjlok lebih dari 50% ke level Rp4.000 per lembar dalam dua pekan.
Meski demikian, harga saham BREN kembali menguat dalam tiga bulan terakhir dan memecahkan rekor tertinggi sejak IPO. Lonjakan ini pun mendapat perhatian dari BEI, yang melakukan suspensi terhadap perdagangan saham BREN.
Menurut manajemen BREN, peningkatan harga dan volume transaksi yang terjadi dalam dua bulan terakhir dipicu oleh masuknya saham perusahaan ke dalam S&P Global Clean Energy Index & iShares Clean Energy pada 19 April 2024. Hal ini menyebabkan masuknya aliran dana dari ETF sebesar US$75 juta atau 150 juta saham.
Manajemen BREN menegaskan telah menyampaikan seluruh informasi material terkait kenaikan harga saham, termasuk pengambilalihan 99,99% saham Sidrap 1 dan OMI oleh anak perusahaan BREN.
Selain itu, manajemen menyebut bahwa penurunan volume transaksi perdagangan saham BREN tanpa disertai penurunan harga disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah meningkatnya minat terhadap sektor energi terbarukan secara global, minimnya saham energi terbarukan yang tercatat di BEI, serta keinginan investor untuk berinvestasi jangka panjang di sektor tersebut.