Karim Khan, Jaksa ICC yang Prioritaskan Kasus DK PBB
Karim Khan terpilih sebagai Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang baru pada tahun 2021. Dalam masa jabatan sembilan tahunnya, Khan menyatakan akan mengutamakan kasus-kasus yang diserahkan ke pengadilan oleh Dewan Keamanan PBB. Namun, ia menegaskan bahwa kasus Palestina tidak akan menjadi prioritas karena potensi veto Amerika Serikat.
Latar Belakang dan Kualifikasi Khan
Khan memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade di bidang hukum pidana internasional dan hak asasi manusia. Ia lulus dari King’s College London dengan gelar Bachelor of Laws dan telah bekerja sebagai jaksa, penasihat korban, dan pengacara pembela. Sebelum menjadi Jaksa ICC, Khan menjabat sebagai Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan memimpin Tim Investigasi PBB untuk Kejahatan Daesh di Irak (UNITAD).
Keberpihakan yang Dipertanyakan
Pencalonan Khan sebagai Jaksa ICC didukung oleh Amerika Serikat dan Israel, yang menimbulkan pertanyaan tentang keberpihakannya. Meskipun berlatar belakang Muslim dan mengutip ajaran Alquran, Khan tidak menunjukkan kemajuan yang berarti dalam menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel, yang sebelumnya telah diumumkan oleh pendahulunya.
Komunitas Ahmadiyah
Khan merupakan penganut Ahmadiyah, sekte minoritas dalam Islam yang menghadapi penganiayaan di beberapa negara mayoritas Muslim. Komunitas Ahmadiyah menganggap diri mereka sebagai Muslim, namun dituduh sebagai non-Muslim dan berpihak pada Israel.
Masa Depan Kasus Palestina
Keputusan Khan untuk memprioritaskan kasus yang dirujuk oleh DK PBB dan mengabaikan kasus Palestina memicu kekhawatiran bagi para pendukung keadilan bagi warga Palestina. Pengamat percaya bahwa veto AS akan terus menjadi hambatan bagi penyelidikan potensial atas kejahatan perang di wilayah Pendudukan Palestina.
Kesimpulannya, Karim Khan adalah Jaksa ICC yang berpengalaman dengan latar belakang yang kompleks. Keberpihakannya yang dipertanyakan dan keputusannya untuk mengabaikan kasus Palestina menimbulkan ketidakpastian tentang komitmennya terhadap keadilan internasional yang tidak memihak. Masa depan kasus Palestina di ICC tetap tidak pasti, dengan veto AS terus menjadi hambatan utama bagi penyelidikan potensial.